Sabtu, 19 Januari 2013

BETON MUTU TINGGI DENGAN ADMIXTURE SUPERPLASTIZISER DAN ADITIF SILICAFUME



ABSTRAK
Peningkatan kekuatan beton adalah salah satu faktor utama yang diharapkan pada teknologi beton. Sejak lebih dari 20 tahun beton mutu tinggi dengan kuat tekan berkisar antara 50 MPa sampai dengan 140 MPa telah digunakan di negara-negara maju pada konstruksi bangunan tingkat tinggi dan jembatan berbentang panjang atau bangunan didalam lingkungan yang agresif. Namun di Indonesia kuat tekan beton mutu tinggi yang dapat dicapai maksimum baru sebesar 60 MPa. Sifat beton akan mengalami penurunan kekuatan akibat adanya bahan tambah semen, agregat, dan adanya pori-pori. Pengurangan factor air semen (fas) dan penambahan admixture pozzolanic seperti silicafume sering digunakan untuk memodifikasi komposisi beton dan mengurangi pori-pori. Pengurangan fas mengakibatkan menurunnya porositas beton dan pori-pori, namun kelecakan beton juga akan berkurang sehingga sulit dikerjakan. Agar mudah dikerjakan maka perlu digunakan superplastisizer. Hasil menunjukkan bahwa superplasticizer dengan dosis lebih dari 2 % terhadap pasta semen tidak meningkatkan kelecakan pasta. Oleh karena itu semua benda uji digunakan superplastisizer dengan dosis sekitar 2 % terhadap berat semen. Pengujian awal memperlihatkan adanya kelecakan yang sangat tinggi pada beton segar dan mendapatkan kuat tekan yang lebih baik dengan silicfume sebesar 10 % terhadap berat beton. Adanya kelecakan yang sangat tinggi hingga peningkatan kuat tekan beton, menjadi pembahasan utama pada makalah ini.
1. Pendahuluan
Beton, sejak dulu dikenal sebagai material dengan kekuatan tekan yang memadai, mudah dibentuk, mudah diproduksi secara lokal, relatif kaku, dan ekonomis. Tapi di sisi lain, beton juga menunjukan banyak keterbatasan baik dalam proses produksi maupun sifat-sifat mekaniknya, sehingga beton pada umunya hanya digunakan untuk konstruksi dengan ukuran kecil dan menengah.
Namun sejak dua dekade terakhir ini, setelah berhasil dikembangkannya berbagai jenis tambahan atau admixtures dan additives untuk campuran beton, terutama water reducer atau plasticizer dan superplastisizer, maka telah terjadi kemajuan yang sangat pesat pada teknologi beton, dengan berhasil memproduksi beton mutu tinggi bahkan sangat tinggi, dan yang pada akhirnya juga telah memperbaiki dan meningkatkan hampir semua kinerja beton menjadi suatu material modern yang berkinerja tinngi.
Di beberapa negara maju sudah sejak lama beton mutu tinggi berhasil diproduksi untuk pekerjaan-pekerjaan khusus. Pada tahun 1941, di Jepang sudah diproduksi beton mutu tinggi dengan kuat tekan mencapai 60 MPa untuk panel cangkang beton pracetak pada sebuah terowongan kereta api. Pada tahun 1952, di Eropa beton mutu tinggi dengan kuat tekan 60 Mpa sudah dipakai untuk struktur jembatan berbentang panjang. Pada tahun 1960, di USA juga sudah diproduksi beton mutu tinggi 60 MPa untuk keperluan militer, selanjutnya sejak tahun 1980an, beton mutu tinggi dan sangat tinggi banyak digunakan untuk pelaksanaan struktur gedung bertingkat tinggi (terutama untuk elemen kolom), kemudian sejak 1989 sudah digunakan beton bermutu 100 – 140 MPa untuk jembatan berbentang panjang, bangunan bawah tanah dan lepas pantai, bangunan industri seperti silo yang tinggi dan berdiameter besar, dan juga bangunan beresiko tinggi seperti bangunan reaktor pada pembangkit listrik tenaga nuklir. Di Indonesia beton mutu tinggi dengan kuat tekan rata-rata sebesar 85 MPa baru dapat dibuat di laboratorium pada tahun 1990, dengan bahan tambah superplastisizer dengan nilai slump mencapai 15 cm. Campuran beton yang dihasilkan dengan kadar semen 480 kg/cm2 dan faktor air semen (fas, w/c) 0,32 (Supartono, 1998). sedangkan realisasi di lapangan maksimal baru mencapai + 80 % nya atau setara dengan 60 MPa.
Perkembangan teknologi dalam bidang konstruksi di Indonesia terus menerus mengalami peningkatan, hal ini tidak lepas dari tuntutan dan kebutuhan masyarakat terhadap fasilitas infrastruktur yang semakin maju, seperti jembatan dengan bentang panjang dan lebar, bangunan gedung bertingkat tinggi (terutama untuk kolom dan beton pracetak), dan fasilitas lain. Perencananaan fasilitas-fasilitas tersebut mengarah kepada digunakannya beton mutu tinggi, dimana mencakup kekuatan, ketahanan (keawetan), masa layan dan effisiensi. Dengan beton mutu tinggi dimensi dari struktur dapat diperkecil sehingga berat struktur menjadi lebih ringan, hal tersebut menyebabkan beban yang diterima pondasi secara keseluruhan menjadi lebih kecil pula, jika ditinjau dari segi ekonomi hal tersebut tentu akan lebih menguntungkan. Disamping itu untuk bangunan bertingkat tinggi dengan semakin kecilnya dimensi struktur kolom pemanfaatan ruangan akan semakin maksimal.. Porositas yang dihasilkan beton mutu tinggi juga lebih rapat, sehingga akan menghasilkan beton yang relatif lebih awet dan tahan sulfat karena tidak dapat ditembus oleh air dan bakteri perusak beton. Oleh sebab itu penggunaan beton bermutu tinggi tidak dapat dihindarkan dalam perencanaan dan perancangan struktur bangunan.
Salah satu masalah yang sangat berpengaruh pada kuat tekan beton adalah adanya porositas. Semakin besar porositasnya maka kuat tekannya semakin kecil, sebaliknya semakin kecil porositas kuat tekannya semakin besar. Besar dan kecilnya porositas dipengaruhi besar dan kecilnya fas yang digunakan. Semakin besar fas-nya porositas semakin besar, sebaliknya semakin kecil fas-nya porositas semakin kecil. Untuk mendapatkan beton bermutu tinggi (kuat tekan tinggi) maka harus dipergunakan fas rendah, namun jika fas-nya terlalu kecil pengerjaan beton akan menjadi sangat sulit, sehingga pemadatannya tidak bisa maksimal dan akan mengakibatkan beton menjadi keropos, hal tersebut berakibat menurunnya kuat tekan beton. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dipergunakan Superplasticizer yang sifatnya dapat mengurangi air (dengan menggunakan fas kecil) tetapi tetap mudah dikerjakan yaitu Sikamen Type F, produk sika.
Porositas juga dapat diakibatkan adanya partikel-partikel bahan penyusun beton yang relatif besar, sehingga kerapatan tidak dapat maksimal. Partikel terkecil bahan penyusun beton konvensional adalah semen. Untuk mengurangi porositas semen dapat digunakan aditif yang bersifat pozzolan dan mempunyai patikel sangat halus. Salah satu aditif tersebut adalah Mikrosilika (Silicafume), yang merupakan produk sampingan sebagai abu pembakaran dari proses pembuatan silicon metal atau silicon alloy dalam tungku pembakaran listrik. Mikrosilika ini bersifat pozzolan, dengan kadar kandungan senyawa silica-dioksida (Si O2) yang sangat tinggi (> 90 %), dan ukuran butiran partikel yang sangat halus, yaitu sekitar 1/100 ukuran rata- rata partikel semen. Dengan demikian penggunaan mikrosilika pada umumnya akan memberikan sumbangan yang lebih efektif pada kinerja beton, terutama untuk beton bermutu sangat tinggi.
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka penelitian ini mempunyai tujuan untuk merancang campuran beton mutu tinggi dengan bahan tambah superplasticizer dan silicafume, kemudian diperoleh hasil kuat tekan, nilai slump, kadar masing-masing bahan (air, semen, agregat, superplasticizer, silicafume) dalam campuran. Dengan penambahan zat additive tersebut ditargetkan kuat tekan yang dicapai > 60 MPa untuk benda uji silinder berdiameter 150 mm x 300 mm pada umur 28 hari.
2. Beton Kekurangan dan Kelebihannya.
Beton merupakan suatu material yang menyerupai batu, diperoleh dengan membuat suatu campuran yang mempunyai proporsi tertentu dari semen, pasir, koral atau agregat lainnya dan air untuk membuat campuran tersebut menjadi keras dalam cetakan sesuai dengan bentuk dan dimensi struktur yang diinginkan. Semen bereaksi secara kimiawi untuk mengikat partikel agregat tersebut menjadi suatu masa yang padat (Winter, Nilson, 1993).
Beton berasal dari bahasa latin yaitu “concretus” yang berarti tumbuh bersama yang berupa kelebihan dan kekurangan (Mindess, Young, 1981). Adapun kelebihannya adalah mudah dicetak, ekonomis, tahan lama, effisien, dapat diproduksi ditempat, mempunyai estetika dan mempunyai kuat desak yang tinggi. Sedangkan kekurangannya adalah kekuatan regang rendah, keliatan rendah, volumenya tidak stabil, kekuatan rendah dibanding beratnya dan mempunyai tarik desak yang rendah.
3. Beton Mutu Tinggi.
Sesuai dengan perkembangan teknologi beton yang demikian pesat, ternyata kriteria beton mutu tinggi juga selalu berubah sesuai dengan kemajuan tingkat mutu yang berhasil dicapai. Pada tahun 1950an, beton dengan kuat tekan 30 MPa sudah dikategorikan sebagai beton mutu tinggi. Pada tahun 1960an hingga awal 1970an, kriterianya lebih lazim menjadi 40 MPa. Saat ini, disebut mutu tinggi untuk kuat tekan diatas 50 MPa, dan 80 MPa sebagai beton mutu sangat tinggi, sedangkan 120 MPa bisa dikategorikan sebagai beton bermutu ultra tinggi (Supartono, 1998).
4. Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Mutu dan Keawetan Beton
Pada umumnya, terutama bila berhubungan dengan tuntutan mutu dan keawetan yang tinggi, ada beberapa faktor utama yang bisa menentukan keberhasilan pengadaan beton bermutu tinggi, diantaranya adalah :
a. Faktor air semen (fas, w/c) yang rendah.
b. Kualitas agregat halus (pasir).
c. Kualitas agregat kasar (batu pecah/koral).
d. Penggunaan admixture dan aditif mineral dalam kadar yang tepat.
e. Prosedur yang benar dan cermat pada keseluruhan proses produksi beton.
f. Pengawasan dan pengendalian yang ketat pada keseluruhan prosedur dan mutu pelaksanaan, yang didukung oleh koordinasi operasional yang optimal.
5. Faktor Air Semen.
Faktor air semen (fas, w/c) adalah angka yang menunjukan perbandingan antara berat air dan berat semen. Pada beton mutu tinggi dan sangat tinggi, pengertian w/c bisa diartikan sebagai water to cementitious ratio, yaitu rasio berat air terhadap berat total semen dan aditif cementitious, yang umumnya ditambahkan pada campuran beton mutu tinggi. Faktor air semen yang rendah, merupakan faktor yang paling menentukan dalam menghasilkan beton mutu tinggi dengan tujuan untuk mengurangi seminimal mungkin porositas beton yang dihasilkan. Dengan demikian semakin besar volume faktor air-semen (fas) semakin rendah kuat tekan betonnya, seperti tampak pada Gambar 1.
Dari gambar 1 tampak bahwa idealnya semakin rendah fas kekuatan beton semakin tinggi, akan tetapi karena kesulitan pemadatan maka dibawah fas tertentu (sekitar 0,30) kekuatan beton menjadi lebih rendah, karena betonnya kurang padat akibat kesulitan pemadatan. Untuk mengatasi kesulitan pemadatan dapat digunakan alat getar (vibrator) atau dengan bahan kimia tambahan (chemical admixture) yang bersifat menambah kemudahan pengerjaan (Tjokrodimuljo, 1992). Untuk membuat beton bermutu tinggi faktor air semen yang dipergunakan antara 0,28 sampai dengan 0,38. Sedangkan untuk beton bermutu sangat tinggi faktor air semen yang dipergunakan lebih kecil dari 0,2 (Jianxin Ma dan Jorg Dietz, 2002).
6. Kualitas agregat halus (pasir).
Kualitas agregat halus yang dapat menghasilkan beton mutu tinggi adalah :
a. Berbentuk bulat.
b. Tekstur halus (smooth texture).
c. Modulus kehalusan (fineness modulus), menurut hasil penelitian menunjukan bahwa pasir dengan modulus kehalusan 2,5 s/d 3,0 pada umumnya akan menghasilkan beton mutu tinggi (dengan fas yang rendah) yang mempunyai kuat tekan dan workability yang optimal (Larrard, 1990).
d. Bersih.
e. Gradasi yang baik dan teratur (diambil dari sumber yang sama).
7. Kualitas Agregat Kasar.
Kualitas agregat kasar yang dapat menghasilkan beton mutu tinggi adalah :
a. Porositas rendah.
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa porositan rendah akan menghasilkan suatu adukan yang seragam (uniform), dalam arti mempunyai keteraturan atau keseragaman yang baik pada mutu (kuat tekan) maupun nilai slumpnya. Akan sangat baik bila bisa digunakan agregat kasar dengan tingkat penyerapan air (water absorption) yang kurang dari 1 %. Bila tidak, hal ini bisa menimbulkan kesulitan dalam mengontrol kadar air total pada beton segar dan bisa mengakibatkan kekurang teraturan (irregularity) dan deviasi yang besar pada mutu dan dan nilai slump beton yang dihasilkan. Karenanya, sensor kadar air secara ketat pada setiap group agregat yang akan dipakai merupakan suatu tahapan yang mutlak perlu dikerjakan.
b. Bentuk fisik agregat.
Dari beberapa penelitian menunjukan bahwa batu pecah dengan bentuk kubikal dan tajam ternyata menghasilkan mutu beton yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan kerikil bulat (Larrard, 1990). Hal ini tidak lain adalah karena bentuk kubikal dan tajam bisa memberikan daya lekat mekanik yang lebih baik antara batuan dengan mortar.
c. Ukuran maksimum agregat.
Dari beberapa penelitian menunjukan bahwa pemakian agregat yang lebih kecil ( 90 %), dan ukuran butiran partikel yang sangat halus, yaitu sekitar 1/100 ukuran rata-rata partikel semen. Dengan demikian penggunaan mikrosilika pada umumnya akan memberikan sumbangan yang lebih efektif pada kinerja beton, terutama untuk beton bermutu sangat tinggi.
9. Prosedur yang benar dan cermat pada keseluruhan proses produksi beton.
Untuk menghasilkan beton bermutu tinggi maka dibutuhkan prosedur yang benar dan cermat pada keseluruhan proses produksi beton yang meliputi :
a. Uji material (material testing).
b. Sensor dan pengelompokan material (material sensor and grouping).
c. Penakaran dan pencampuran (batching).
d. Pengadukan (mixing).
e. Pangangkutan (transportating).
f. Pengecoran (placing).
g. Perawatan (curing).
Disamping itu pengawasan dan pengendalian yang ketat pada keseluruhan prosedur dan mutu pelaksanaan, yang didukung oleh koordinasi operasional yang optimal.
10. Metode Penelitian
a. Bahan atau Materi Penelitian.
(1) Semen yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen portland normal (type I) merek Nusantara kapasitas 40 kg.
(2) Agregat kasar yang digunakan ialah agregat yang dipecah (split) asal Clereng Kulon Progo.
(3) Agregat halus yang digunakan ialah agregat alami asal Merapi.
(4) Superplasticizer yang digunakan adalah sikamen NN type F, produk PT. Sika Nusa Pratama.
(5) Silicafume yang digunakan produk dari PT. Sika Nusa Pratama.
(6) Air yang memenuhi syarat dan layak diminum dipakai sebagai campuran beton, diambil dari tempat pelaksanaan pembuatan benda uji.
b. Alat.
(1) Mesin uji tekan beton berkapasitas maksimum 2000 KN.
(2) Cetakan beton berbentuk silinder dengan ukuran diameter 150 mm dan tinggi 300 mm.
(3) Saringan/ayakan, dengan ukuran 19,52 mm; 9,52; 4,75 mm; 2,36 mm; 1,18 mm; 0,60 mm; 0,30 mm; 0,15 mm.
(4) Oven, digunakan untuk mengeringkan sampel dalam pemeriksaan bahan-bahan yang akan digunakan dalam campuran beton.
(5) Timbangan, untuk mengetahui berat dari bahan-bahan penyusun beton.
(6) Mesin Los Angeles, untuk menguji tingkat keausan agregat kasar.
(7) Gelas ukur, untuk menakar volume air, berat jenis dan memeriksa kadar lumpur pasir.
(8)  3 mm, diameter±Krucut Abrams dengan ukuran diameter atas 100   3 mm dan baja penumbuk, digunakan untuk± 3 mm, tinggi 300 ±bawah 200  mengukur nilai slump dari beton segar.
(9) Cangkul, cethok dan talam, digunakan untuk menampung dan menuang adukan beton ke dalam cetakan.
(10) Mistar dan kaliper, digunakan untuk mengukur dimensi dari alat-alat dan benda uji yang digunakan.
(11) Stop watch, digunakan untuk mengukur waktu saat pengisian terakhir beton yang telah diratakan dengan saat kerucut diangkat.
c. Pelaksanaan Penelitian.
Pelaksanaan penelitian dimulai dari pemeriksaan bahan susun hingga pengujian kuat tekan benda uji. Secara garis besar penelitian meliputi :
(1). Pemeriksaan bahan susun agregat halus : Pemeriksaan gradasi agregat halus (pasir), pemeriksaan berat jenis dan penyerapan air agregat kasar, Pemeriksaan kadar lumpur agregat halus, pemeriksaan kadar air agregat halus, Pemeriksaan berat satuan agregat halus (pasir).
(2). Pemeriksaan bahan susun agregat kasar : Pemeriksaan gradasi agregat kasar (split), pemeriksaan berat jenis dan penyerapan air agregat kasar, pemeriksaan keausan agregat kasar, Pemeriksaan kadar lumpur agregat kasar, Pemeriksaan kadar air agregat kasar, dan Pemeriksaan berat satuan agregat kasar.
(3). Pemeriksaan bahan susun silicafume : Pemeriksaan kadar air silicafume dan Pemeriksaan kehalusan butiran silicafume.
(4). Perancanagan bahan susun beton yang berupa : air, semen, pasir, koral, Superplasticizer dan Silicafume.
(5). Pengambilan benda uji beton segar, Pengujian Slump dan Pembuatan benda uji dan perawatan.
(6). Pengujian berat jenis dan kuat tekan benda uji.
Faktor air semen (fas) dasar yang dipakai didalam penelitian disesuaikan dengan kebutuhan hidrasi semen yaitu sebesar 0,30 (misalnya untuk semen sebesar 750 kg maka air sebesar 225 liter). Kemudian jumlah air dikurangi sesuai dengan besarnya kadar Superplasticizer yaitu sebesar 0 %, 0,5 %, 1 %, 1,5 %, 2 %, dan 2,5 %. Dari hasil pengujian tersebut akan didapat kadar superplastisizer optimum. Kemudian penelitian selanjunya hanya digunakan superplastisizer dengan kadar optimum saja. Kadar silicafume yang dipergunakan yaitu sebesar 0%, 5%, 10% dan 15% terhadap berat semen. Agar menghasilkan fas yang tetap maka jumlah semen yang dipergunakan dikurangi dengan besarnya bahan tambah.
Pengujian dilakukan pada saat beton berumur 28 hari, dengan jumlah setiap samplenya sebanyak 4 buah benda uji, maka jumlah sample untuk pengujian awal sebanyak 6 x 4 = 24 benda uji, kemudian untuk pengujian lanjutan sebanyak 5 x 4 = 20 benda uji sehingga jumlahnya 44 benda uji.
Metoda yang dipakai dalam perencanaan bahan susun beton pada penelitian ini adalah Cara ”The British Mix Design Method“ yaitu perencanaan standar yang dipakai di Indonesia oleh Departemen Pekerjaan Umum, yang dijelaskan dengan rinci pada buku Standar SK.SNI.03- 2834-1992 dengan judul “Tata Cara dan Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal”.
d. Cara Analisis.
Hasil nilai kuat tekan beton yang dihasilkan pada pengujian beton normal dipakai sebagai acuan/pembanding terhadap hasil nilai kuat tekan beton yang telah diberi bahan tambah superplastiziser maupun silicafume. Kemudian dibuat grafik hubungan antara kadar superplastiziser maupun silicafume terhadap kuat tekannya, dari hasil tersebut akan diketahui pada kadar berapa persen sehingga menghasilkan kuat tekan beton optimum. Begitu juga terhadap silicafume, pada kadar silicafume berapa persen sehingga dapat menghasilkan kuat tekan beton optimum. Dari hasil tersebut akan didapat proporsi campuran bahan pembentuk beton yang menghasilkan kuat tekan yang paling optimum.
Disamping itu diuji juga nilai slump baik pada beton normal maupun beton yang diberi bahan tambah superplastiziser maupun silicafume. Kemudian dibuat grafik hubungan antara nilai slump terhadap kuat tekannya. Dari hasil tersebut akan diketahui kinerja beton mutu tinggi terhadap nilai slump nya.
11. Hasil dan Pembahasan
a. Pemeriksaaan Bahan Susun.
Bahan susun yang dipergunakan meliputi : agregat kasar (koral), agregat halus (pasir), semen, air, superplastisizer, dan silicafume. Dari hasil pengujian pasir di laboratorium didapat : modulus halus butir sebesar 3,35 dan termasuk gradasi untuk daerah no. 1, berat jenis pasir kering/curah sebesar 2,64 gr/cm3, kadar air pada kondisi SSD sebesar 1 %, berat satuan pada kondisi kering muka (SSD) sebesar 1,26 gr/cm³, dan kadar lumpur sebesar 0,5 %.
Hasil pengujian koral didapat : berat jenis kering sebesar 2,65 gr/cm3, berat jenis kering muka (SSD) sebesar 2,67 gr/cm3, penyerapan air dalam kondisi kering sebesar 0,86 %, kadar lumpur sebesar 0,62 %, kadar air agregat kasar SSD rata-rata sebesar 0,89 %, berat satuan batu SSD sebesar 1,43 gr/cm³, keausan agregat kasar sebesar 42,57 %. Hasil pengujian silicafume didapat : Berat jenis sebesar 1,28 gr/cm³, kadar air sebesar 1,47%. Butiran yang lolos menembus saringan no.100 (0,15 mm) adalah sebesar 82,5 %. Secara umum dari hasil pengujian bahan susun tersebut memenuhi syarat untuk pembuatan beton.
b. Hasil Perencanaan Campuran Beton
Kuat tekan beton tanpa superplastisizer direncanakan sebesar 42 MPa, dengan fas sebesar 0,3. Dengan adanya bahan tambah superplastisizer maka fas akan menurun sehingga diharapkan kuat tekannya lebih besar dari yang direncanakan, dengan menurunnya fas maka akan menghasilkan kuat tekan yang lebih besar. Berdasarkan metode SK-SNI 03-2834-1992, kebutuhan bahan susun untuk setiap meter kubik beton disajikan dalam Tabel 1. Dari Tabel 1 tersebut diharapkan menghasilkan kadar superplastisizer optimum terhadap kuat tekannya.
Setelah diadakan uji kuat tekan beton sebagaimana dibahas pada 11.d, didapat kuat tekan optimum sebesar 2%, sehingga pembuatan benda uji berikutnya dipergunakan kadar superplastiziser sebesar 2%, dengan kadar silicafume bervariasi sebesar 0%, 5%, 10%, 15%, dan 20% terhadap berat semen. Hasil selengkapnya disajikan selengkapnya pada Tabel 2.
c. Hasil Uji Slump Beton Segar
Setiap benda uji diadakan 2 kali pengujian slump, kemudian dari 2 kali pengujian ini diambil nilai slump rata-rata. Hasil uji slump tanpa menggunakan silicafume disajikan dalam Tabel 3. Kemudian hasil uji slump dengan menggunakan silicafume sebesar 2% disajikan dalam Tabel 4.
Dari Tabel 3. didapat bahwa semakin besar kadar superplastisizer semakin meningkat nilai slump-nya. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Supartono (1998), yang mengatakan bahwa semakin besar kadar superplastisizer maka nilai slump akan semakin meningkat. Hal tersebut dikarenakan dengan semakin besar kadar superplastisizer maka beton akan semakin lecak (mudah dikerjakan).
Dari Tabel 4. didapat bahwa semakin besar kadar silicafume semakin menurun nilai slump-nya. Hal tersebut diakibatkan karena silicafume lebih banyak menyerap air jika dibandingkan dengan semen, sehingga adukan menjadi lebih kering yang kemudian mempengaruhi nilai slump beton segar menjadi semakin rendah sesuai dengan kadar silicafume yang ditambahkan.
d. Pengaruh Kadar Superplastisizer Terhadap Kuat Tekan Beton
Hasil uji kuat tekan beton tanpa menggunakan silicafume disajikan selengkapnya pada Tabel 5, atau dapat digambarkan grafiknya sebagaimana tergambar pada Gambar 2, dan hasil persamaannya sebagaimana ditulis pada persamaan 1.
fc’ = -26231 SP2 + 1047,3 SP + 40,9 . . . . . . . . . . . . . . . . . (1)
dimana fc’ adalah kuat tekan beton (MPa) dan SP adalah superplastisizer (%).
Dari gambar 2 tersebut terlihat bahwa semakin besar kadar superplastisizer semakin besar kuat tekannya, namun sampai dengan kadar 2 % kuat tekan beton semakin kecil. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kuat tekan optimum didapat pada kadar superplastisizer 2% dan berdasarkan persamaan 1 didapat nilai kuat tekan beton optimum sebesar 51,35 MPa dengan slump sebesar 12,90 cm (berdasarkan Tabel 3). Berdasarkan Tabel 3 Perbadingan berat bahan susun beton tanpa silicafume dengan kadar superplastisizer 2%, yaitu sebesar = 1 superplastisizer : 5,67 air : 22,22 semen : 22,65 pasir : 20,91 koral.
e. Pengaruh Kadar Silicafume Terhadap Kuat Tekan Beton
Hasil uji kuat tekan beton pada umur 28 hari dengan kadar superplastisizer sebesar 2% dan kadar silicafume bervariasi disajikan selengkapnya pada Tabel 6 atau dapat digambarkan grafiknya sebagaimana tergambar pada Gambar 3, dan persamaannya sebagaimana ditulis pada persamaan 2.
fc’ = -1161,8 SC2 + 235,23 SC + 53,15. . . . . . . . . . . . . . . . . (2)
dimana fc’ adalah kuat tekan beton (MPa) dan SC adalah silicafume (%).
Dari gambar 3 tersebut terlihat bahwa semakin besar kadar silicafume semakin besar kuat tekannya, namun sampai dengan kadar 10% kuat tekan beton semakin kecil. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kuat tekan optimum didapat pada kadar silicafume 10% dan berdasarkan persamaan 2 didapat nilai kuat tekan optimum sebesar 65,06 MPa, dengan slump sebesar 9,20 cm (berdasarkan Tabel 4).
Berdasarkan Tabel 4 Perbadingan berat bahan susun beton dengan kadar superplastisizer 2% dan silicafume 10%, yaitu sebesar = 1 superplastisizer : 5,67 air : 2,22 silicafume : 20 semen : 22,65 pasir : 20,91 koral.
12. Kesimpulan dan Saran
a. Kesimpulan
Dari hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Kuat tekan beton optimum yang dapat dicapai sebesar 65,06 MPa dengan kadar siilicafume 10%, kadar superplastisizer 2% dan slump sebesar 9,20 cm.
2. Kuat tekan beton optimum tanpa silicafume yang dapat dicapai sebesar 51,35 MPa dengan kadar superplastisizer sebesar 2%, dan slump sebesar 12,90 cm.
3. Kuat tekan beton dengan mutu sangat tinggi (> 80 Mpa) belum dapat dicapai namun masih termasuk beton mutu tinggi (> 60 MPa).
4. Perbandingan berat bahan susun beton optimum tanpa silicafume dengan kadar superlastisizer 2% adalah 1 superplastisizer : 5,67 air : 22,22 semen : 22,65 pasir : 20,91 koral.
5. Perbandingan berat bahan susun beton optimum dengan kadar silicafume 10% dan superlastisizer 2% adalah 1 superplastisizer : 5,67 air : 2,22 silicafume : 20 semen : 22,65 pasir : 20,91 koral.
b. Saran.
1. Untuk mendapatkan beton mutu sangat tinggi (dengan kuat tekan > 80 MPa) maka perlu diadakan penelitian dengan bahan susun yang mempunyai kualitas lebih baik.
2. Untuk mendapatkan beton yang lebih baik lagi maka dapat diadakan penelitian tentang pengaruh faktor air semen terhadap kuat tekan beton.
3. Untuk mengetahui perbandingan kuat tekan pada umur 3, 7, 14, dan 21 hari maka perlu diadakan penelitian tentang pengaruh kuat tekan beton terhadap umur, bahkan jika waktunya memungkinkan dapat diadakan sampai dengan umur 90 hari.
4. Untuk mendapatkan beton yang lebih baik lagi maka dapat diadakan penelitian tentang pengaruh modulus kehalusan agregat kasar terhadap kuat tekan beton.
5. Untuk mendapatkan beton yang lebih baik lagi maka dapat diadakan penelitian tentang pengaruh gradasi agregat kasar terhadap kuat tekan beton.
13. Daftar Pustaka
1. DPU, 1992, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Untuk Beton Normal, SK SNI 03-2834-1992, yayasan LPMB, Bandung.
2. DPU, 1990, Metode Pengujian Tentang Ana-lisis Saringan Agregat Halus dan Kasar, SK SNI 03-1968-1990 , yayasan LPMB, Bandung.
3. DPU, 1990, Metode Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Kasar , SK SNI 03-1969-1990 , yayasan LPMB, Bandung.
4. DPU, 1990, Metode Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Halus , SK SNI 03-1970-1990 , yayasan LPMB, Bandung.
5. DPU, 1990, Metode Pengujian Kadar Air Agregat , SK SNI 03-1971-1990 , yayasan LPMB, Bandung.
6. DPU, 1990, Metode Pengujian Keausan Agregat dengan Mesin Abrasi Los Angeles , SK SNI 03-2417-1991 , yayasan LPMB, Bandung.
7. DPU, 1990, Metode Pengujian Slump Beton, SK SNI 03-1972-1990, yayasan LPMB, Bandung.
8. DPU, 1990, Metode Pengujian Berat Isi Beton, SK SNI 03-1973-1990 , yayasan LPMB, Bandung.
9. DPU, 1990, Metode Pengujian Kuat Tekan Beton, SK SNI 03-1974-1990, yayasan LPMB, Bandung.
10. DPU, 1991, Metode Pengujian Pengambilan Contoh untuk Campuran Beton Segar, SK SNI 03-2458-1991, yayasan LPMB, Bandung.
11. DPU, 1990, Metode Pembuatan dan Perawatan Benda Uji Beton di Laboratorium, SK SNI 03-2493-1991, yayasan LPMB, Bandung.
12. DPU, 1990, Metode Pembuatan dan Perawatan Benda Uji Beton di Laboratorium, SK SNI 03-2493-1991, yayasan LPMB, Bandung.
13. DPU, 1990, Metode Pembuatan dan Perawatan Benda Uji Beton di Laboratorium, SK SNI 03-2493-1991, yayasan LPMB, Bandung.
14. Jianxin Ma dan Jorg Dietz, 2002, Ultra High Performance Self Compacting Concrete, Institut für Massivbau und Baustofftechnologie, Universität Leipzig.
15. Mindess, S., Young, J. F., 1981, Concrete, Prentice–Hall, inc. Englewood Clifs, New Jersey.
16. Mokarem, D.M., 2002, Development of Concrete Shrinkage Performance Specifications, Dissertation submitted to the Faculty of the Virginia Polytechnic Institute and State University In partial fulfillment of the requirements for the degree of, Virginia.
17. Supartono, F.X., 1998, Mengenal dan Mengetahui Permasalahan pada Produksi Beton Berkinerja Tinggi, artikel ilmiah, UI, Jakarta.
18. Tjokrodimuljo, K., 1992, Teknologi Beton, Gramedia, Yogyakarta.
19. Winter, G., Arthur H. Nilson, 1993, Design Of Concrete Structures, McGraw Hill Book Company Inc., New York.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar